Saturday, June 9, 2012

LANGGANAN DOSEN

LANGGANAN DOSEN

            Kehidupan kampus penuh dengan kejadian-kejadian tragis, penuh haru, romantis, bahkan lucu. Kejadian-kejadian ini tidak lepas dari perilaku mahasiswa dan mahasiswi yang berbeda pada setiap individu. Dari sekian banyak penghuni kampus, aku tertarik pada salah satu mahasiswi. Aku tidak terlalu mengenalnya, tetapi aku sering mendengar kisahnya. Ya, dia sering menjadi buah bibir karena tingkah lakunya.
            Teman-temanku yang sering membicarakannya. Mereka menyebut gadis berkulit sawo matang itu dengan nama Elodea. Dea, sapaan akrabnya, sering melakukan hal-hal yang dapat menimbulkan gelak tawa bagi orang sekitarnya. Sifat pelupa, suka melamun, dan sok tahu membuat dirinya menjadi bahan ejekan oleh para sahabatnya. Walaupun begitu, dia menanggapi hal tersebut dengan tawa.
            Ada beberapa kejadian konyol yang dia perbuat. Kejadian-kejadian ini membuatnya harus menjadi langganan dosen alias sering berurusan dosen. Kejadian itu diceritakan oleh teman satu kostanku, yang notabenenya adalah teman sekelas Dea. Kejadian ini bermula dari jejaring sosial yang sedang digandrungi saat ini. Dia memasang status Facebook melalui handphone,”Salah pilih jurusan gak ya? Mudah-mudahan enggak”. Selang sepuluh menit, status Facebooknya dikomentari oleh para teman-temannya. Dea membalas status tersebut satu persatu tanpa menunggu foto profil pemberi komentar terlihat. Salah satu pemberi komentar itu di dalam status Dea berkata,”Semangat ya, kamu pasti bisa kok”. Dea mencoba untuk mengingat wajah si pemberi komentar tersebut dari nama lengkapnya. Kemudian dia membalas,”Terima kasih Kurnia… :)“.
Keesokan harinya, dia duduk terpaku di depan laptop. Dia membuka kembali beranda profil Facebooknya. Statusnya semalam dia baca kembali. Dia menemukan hal yang aneh. Dea berkata,”Lah, kok tua?”. Si pemberi komentar statusnya memasang foto seorang ibu berambut pendek dan tidak terlalu jelas. Dia meyakini bahwa si pemberi komentar bernama Kurniawati Melata Cantika merupakan temannya dulu di bangku SMP, sehingga seharusnya yang terpampang di profile picture adalah foto gadis muda. Namun untuk memastikan, dia membuka profil orang tersebut.
Mata gadis berwajah melayu itu pun langsung membelalak. Tangan kanannya menutupi mulut mungilnya. Si pemberi komentar itu tidak lain dan tidak bukan adalah Ibu Wati alias Kurniawati Melata Cantika, dosen mata kuliah Manajemen Pangan. “Wah, gawat nih!”, pikir Dea. Jemari dia pun dengan cepatnya menghapus balasan komentar di statusnya. Gadis itu pun langsung mengetik permohonan maaf di dinding Ibu Wati. Pelajaran yang dapat diambil adalah jangan sok ingat dan sok tahu dengan teman lama kalau tidak terlalu yakin dengan nama panjangnya.
            Tidak hanya kejadian itu. Ada lagi kejadian yang membuat aku menggelengkan kepala ketika mendengarnya. Kejadian ini berawal dari ujian tengah semester. Ujian ini sudah berlalu sejak dua minggu yang lalu. Para mahasiswa tidak sabar melihat nilai mereka, begitu pula dengan Dea. Nilai kuliah Manajemen Pangan pun dipajang. Nilai Dea tidak ada tertulis di sana. Di kertas itu pun tertulis bahwa Dea diharuskan untuk menghadap Ibu Wati secepatnya.
            Pintu kantor dosen diketuk. Suara dari dalam ruangan itu mempersilakan untuk masuk. Senyuman manis tersungging di bibir mungil Dea. Ibu Wati berdiri dan berjalan menuju arahnya sambil membawa beberapa kertas. “Kamu kok tidak mengisi jawaban di lembar soal ujian De?”, tanya Ibu Wati seraya menyodorkan kertas-kertas tersebut. “Ah, yang benar Bu? Saya merasa saya sudah mengisi semua soal dengan baik”. “Coba kamu lihat dulu baik-baik”, mata Bu Wati menuju ke kertas.
            Dea membuka kertas satu persatu. Di halaman pertama dan kedua, dia disuguhi dengan soal essay. Di soal itu ada coretan jawaban Dea. Di lembar berikutnya, Dea melihat soal pilihan ganda. Hal ganjil yang terlihat adalah jawaban pilihan ganda itu masih bersih alias tidak ada coretan untuk memilih jawaban yang tepat. Dia yakin bahwa saat ujian dia telah memilih jawaban yang tepat. Bola matanya bergeser ke arah soal dengan teliti. Dia mendapati bahwa dia baru menjawab dengan menyilang huruf di soal tersebut. “Astaga!”, dia menepuk jidat. Dea belum memindahkan jawaban tersebut ke tempat seharusnya. Kebiasaan itu sering dia lakukan bila menjawab soal pilihan ganda.
            Beralih ke cerita lain tapi masih berkaitan dengan si buah bibir. Kejadian ini berlangsung pada saat praktikum pengolahan pangan. Dosen pembimbing praktikum, Ibu Herlina, sedang membantu para mahasiswa untuk mengolah daging sapi menjadi bakso yang lezat. Setelah melalui proses penggilingan, daging merah itu masuk ke tahap pencampuran dengan bahan-bahan lainnya. Bu Herlina terlihat mencari-cari sesuatu. “Pisau homogenizer-nya mana ya?”, tanyanya kepada para mahasiswa yang berada di hadapan dan sebelahnya. Para mahasiswa saling bertatapan satu sama lain, kecuali Dea. Dia sedang terdiam dan termenung sendirian.
“Hmm, di mana ya pisaunya? Perasaan tadi ditaruh di sini”, ucap Gisela dengan muka bingung, yang berada di samping kiri Dea. Ucapan itu sontak membangunkan Dea dari lamunannya. “Pisau?”, tanya Dea ke Gisela. Gisela hanya menggangguk. Dea melemparkan pandangannnya ke samping kanannya. Pisau dengan pegangan kayu terlihat di atas meja dan agak tertutupi oleh plastik putih. Dia mengambilnya dengan segera. “Ini pisau yang Ibu cari”, ujar Dea sambil menyodorkan pisau ke arah Ibu Herlina. Suasana jadi hening seketika ketika Bu Herlina mengambil pisau tersebut. Selang beberapa detik, tawa membuncah dengan kerasnya dari para mahasiswa yang ada di situ. “Hahahaha…Dea, pisau sayur digunakan untuk homogenizer. Jangan ngaco kamu ah”, kata Gisela sambil terus tertawa. Bu Herlina juga ikut tertawa terbahak-bahak melihat adegan tersebut. Ridwan yang berada berseberangan berkata,”Sakti banget kamu De. Memang deh, gak ada yang bisa nandingin kamu, hahaha. Dasar Dea de Pisau!”.
Itulah tiga cerita dari si buah bibir yang konyol. Masih banyak cerita-cerita yang lebih seru dan mengocok perut dari berbagai individu di kampus. Hidup di kampus memang terkadang membosankan. Dengan adanya orang seperti Elodea, membuat suasana kuliah yang jemu menjadi lebih ceria karena dapat membuat orang di sekelilingnya tertawa. 

(Cerita ini didedikasikan penulis untuk pembully sakti P4 : Bray, Dipet, Om, Kudanil)

Created by Beber


                                                                                                           
                                                                                           

No comments:

Post a Comment