Di depan kosan gue sedang dibangun sebuah kosan baru. Banyak sekali tukang yang berkeliaran di situ untuk mengangkut pasir dan menyemen batu bata. Bangunannya gue liat cukup besar, namun ga sebesar kosan gue sih, hehe. Gue punya niat buat pindah ke kosan baru itu kalo desain ventilasi dan harganya bagus, mengingat kosan gue semakin naik harganya.
.................
Lima hari yang lalu, gue masuk kuliah jam tujuh pagi. Gue buka pintu hitam teralis yang membatasi antara kosan gue dengan halamannya yang lumayan luas. Kaki gue yang berbalut kaos kaki putih ditambah sepatu putih (biar matching) melangkah dengan santai ke gerbang hitam yang cukup tinggi dan besar. Rupanya gembok gerbang udah dibuka sama Mba Yuli (penjaga kosan gue yang super baik ^_^). So, gue ga perlu repot ngocek-ngocek tas hitam gue buat nyari kunci.
Dari arah kosan baru dibangun itu, terlihat seorang pria muda berperawakan tinggi menghampiri gerbang hitam. Dia mengenakan topi merah, baju abu-abu lengan panjang dan celana panjang longgar. Cocok sekali untuk dipakai saat bekerja membangun rumah agar kulit tidak terbakar matahari yang terik. Pria berkulit cokelat gelap (gue pikir itu efek dari sengatan matahari) berhenti tepat di depan gerbang dan melihat ke sekeliling halaman.
Matanya mulai menelusuri setiap sudut bangunan kosan gue dan setiap jengkal halaman. Gue semakin dekat dengan gerbang.
"Di kosan ini cowok ga boleh masuk ya Mba?"
Gue rasa dia sedang mengajukan pertanyaan ke gue, mengingat ga ada seorang cewek pun di situ selain gue. Dia memegang gerbang hitam yang terbuat dari besi itu.
"Hmm, tidak juga Mas", gue menjawab seadanya.
"Ouh, yang boleh masuk kalangan tertentu ya?" tambahnya lagi.
Karena pagi itu gue sedang ga mood buat diajak ngobrol sehingga gue menjawab dengan seulas senyum datar.
"Ouh", jawabnya sambil menganggukkan kepala (gue ga tau, apa dia ngerti atau ga maksud senyuman gue, haha).
Temannya, seorang pria berperawakan lebih kecil mendekati pria bertopi merah. Dia ikut melihat sekeliling halaman kosan gue. Gue dorong gerbang hitam itu dan pergi meninggalkan mereka berdua. Baru melangkahkan beberapa jejak, gue mendengar percakapan mereka berdua.
"Gede ya rumahnya. Anak dari keluarga terpandang semua ya yang ngekos di sini, pantas aja hanya kalangan tertentu aja yang boleh masuk", ucap pria bertopi. Gue membalikkan badan sebentar karena mendengar hal itu. Ucapan itu disambut dengan angggukan kepala dari pria berbadan kecil di sebelahnya.
Gue hanya heran kenapa dia jadi berkata kaya gitu...hoho
Apa karena appearance kosan gue yang lumayan cakep atau karena ngeliat di halaman sering berjejer mobil-mobil kakak kosan gue???
Yang pasti gue agak ga setuju dengan pendapat dua tukang bangunan tersebut.
Kemegahan sebuah bangunan maupun mobil yang berjejer di halamannya yang luas, bukanlah suatu standar untuk menilai apakah seseorang tersebut layak untuk memasuki sebuah bangunan, menghuninya, atau berasal dari keluarga terpandang alias kaya raya.
No comments:
Post a Comment